Web Fakta – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menggelar sidang praperadilan gugatan yang diajukan oleh Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, mantan pejabat Kementerian Perdagangan (Kemendag). Gugatan ini terkait dengan penetapannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula pada 2015-2016. Dalam sidang tersebut, Kejaksaan Agung (Kejagung) menghadirkan lima saksi ahli untuk memperkuat posisinya sebagai termohon.
Lima Saksi Ahli Kejaksaan Agung
Perwakilan Kejagung, Zulkipli, menjelaskan bahwa dari lima saksi ahli yang dihadirkan, empat memberikan keterangan langsung di persidangan, sementara satu saksi memberikan pernyataannya secara tertulis. Kelima saksi tersebut adalah:
- Ahmad Redi – Ahli Hukum Administrasi Negara.
- Agus Surono – Ahli Hukum Pidana.
- Hibnu Nugroho – Ahli Hukum Pidana.
- Taufik Rachman – Ahli Hukum Pidana.
- Evenri Sihombing – Ahli Perhitungan Kerugian Negara.
Keterangan dari para saksi ahli ini digunakan untuk mendukung bukti yang dimiliki Kejagung terkait penetapan Tom Lembong sebagai tersangka.
Empat Bukti Kejaksaan Agung
Kejaksaan Agung menyatakan telah mengantongi empat alat bukti yang sesuai dengan Pasal 184 KUHAP. Bukti-bukti ini mencakup:
- Keterangan saksi.
- Keterangan ahli.
- Dokumen atau surat-surat.
- Petunjuk, termasuk data elektronik.
Bukti-bukti tersebut menjadi dasar yang kuat bagi Kejagung dalam menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka.
Kehadiran Saksi Ahli dari Pihak Tom Lembong
Pada sidang sebelumnya, tim kuasa hukum Tom Lembong juga menghadirkan enam saksi ahli untuk mendukung gugatan praperadilannya. Para ahli tersebut mencakup ahli pidana, ahli acara pidana, ahli keuangan negara, ahli perdagangan gula, ahli statistik kebutuhan gula, dan ahli administrasi negara.
Kuasa hukum Tom Lembong menilai bahwa penetapan tersangka terhadap klien mereka prematur. Mereka menyebut bahwa proses hukum ini belum sepenuhnya memenuhi unsur-unsur yang diwajibkan oleh hukum.
Latar Belakang Kasus
Kasus ini bermula dari kebijakan impor gula kristal mentah yang diduga tidak sesuai dengan prosedur. Berdasarkan pernyataan Kejaksaan Agung, seharusnya gula yang diimpor untuk stabilisasi harga dan pemenuhan stok adalah gula kristal putih. Impor tersebut hanya boleh dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dalam hal ini PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Namun, dengan sepengetahuan dan persetujuan Tom Lembong sebagai pejabat terkait saat itu, izin impor gula kristal mentah tetap diterbitkan. PT PPI kemudian bekerja sama dengan delapan perusahaan lain untuk melaksanakan impor tersebut. Kejaksaan Agung menduga tindakan ini menyebabkan kerugian negara dalam jumlah besar.
Kerugian Negara Diperdebatkan
Dalam persidangan, ahli kerugian negara menyebutkan bahwa nilai kerugian dalam kasus ini mencapai ratusan miliar rupiah. Namun, angka tersebut diperdebatkan oleh tim kuasa hukum Tom Lembong, yang menilai perhitungan tersebut tidak akurat.
Proses Hukum yang Berlanjut
Sidang praperadilan ini menjadi langkah penting bagi kedua pihak untuk membuktikan argumentasi masing-masing. Bagi Tom Lembong, gugatan praperadilan ini adalah upaya untuk membersihkan namanya dari tuduhan korupsi. Sementara itu, Kejaksaan Agung tetap yakin bahwa proses hukum yang mereka jalankan telah sesuai dengan aturan dan didukung oleh bukti-bukti yang kuat.
Harapan untuk Transparansi
Kasus ini menarik perhatian publik karena melibatkan isu penting terkait tata kelola perdagangan dan transparansi dalam pengelolaan kebijakan pemerintah. Proses hukum yang adil dan transparan diharapkan dapat mengungkap kebenaran sekaligus memastikan bahwa setiap pelanggaran hukum dapat ditindak secara tegas.
Dengan berlanjutnya sidang ini, publik akan menantikan keputusan pengadilan apakah penetapan tersangka terhadap Tom Lembong sudah sesuai dengan prosedur hukum atau tidak. Sidang ini menjadi ujian bagi sistem peradilan untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu.