Meningkatkan Literasi Dasar untuk Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia

Web Fakta – Survei yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa hanya sekitar 55 persen siswa kelas 6 SD yang mampu mencapai tingkat literasi minimum berdasarkan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK). Literasi minimum ini mencakup kemampuan dasar dalam membaca dan memahami teks, yang merupakan keterampilan penting dalam pendidikan dasar. Angka ini mencerminkan adanya masalah besar dalam penguasaan keterampilan literasi di kalangan siswa Indonesia, yang berpotensi menghambat kemampuan mereka untuk belajar secara mandiri.

Tingkat literasi yang rendah menunjukkan adanya kesulitan siswa dalam memahami, menganalisis, dan menggunakan informasi secara efektif. Padahal, literasi merupakan fondasi utama dalam pendidikan. Kemampuan membaca yang baik memungkinkan seseorang mengakses pengetahuan baru dan menjadi dasar untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk pekerjaan, politik, dan peningkatan kesehatan masyarakat.

Penurunan kualitas literasi di tingkat dasar dapat membawa dampak jangka panjang bagi siswa. Penelitian yang diterbitkan dalam Nature Human Behavior mengungkapkan bahwa banyak siswa di tahun-tahun awal pendidikan dasar yang tidak menguasai keterampilan dasar membaca. Hal ini bisa menjadi kendala serius, karena tanpa keterampilan literasi yang memadai, mereka akan kesulitan mengikuti kurikulum di tingkat sekolah menengah dan bahkan memasuki dunia kerja. Tanpa keterampilan dasar tersebut, mereka berisiko terjebak dalam lingkaran kemiskinan.

Di tingkat makro, rendahnya tingkat literasi juga berdampak pada perekonomian. Negara-negara dengan tingkat literasi yang tinggi cenderung memiliki Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita yang lebih tinggi. Di Indonesia, PDB per kapita pada tahun 2023 diperkirakan mencapai sekitar Rp69 juta, tetapi dengan tingkat literasi yang rendah, potensi pertumbuhan ekonomi ini belum dapat dioptimalkan. Oleh karena itu, peningkatan literasi dasar menjadi kunci penting untuk mendorong kemajuan ekonomi negara.

Namun, meskipun anggaran pendidikan Indonesia cukup besar, mencapai Rp620 triliun pada tahun 2023 atau sekitar 20 persen dari APBN, hasil yang dicapai masih jauh dari harapan. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan perubahan fokus dalam kebijakan pendidikan yang mendesak. Salah satu solusi yang telah terbukti efektif adalah pengajaran fonik sistematis, yang merupakan metode pengajaran membaca yang mengajarkan hubungan antara huruf dan bunyi secara eksplisit. Penelitian menunjukkan bahwa metode fonik ini dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa secara signifikan.

Namun, penerapan metode ini di Indonesia masih terbatas, terutama di daerah-daerah terpencil. Oleh karena itu, untuk memastikan keberhasilan pembelajaran membaca, reformasi dalam kebijakan pendidikan sangat diperlukan. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:

  1. Reformasi Kurikulum Nasional: Pemerintah perlu merevisi kurikulum nasional untuk memasukkan pengajaran fonik sistematis sebagai inti dalam pengajaran membaca. Kurikulum Merdeka sudah memberikan fleksibilitas dalam pendekatan pengajaran, namun perlu ada panduan yang lebih jelas mengenai penerapan fonik.
  2. Pelatihan Guru Berkelanjutan: Guru merupakan kunci utama dalam keberhasilan implementasi metode fonik. Oleh karena itu, pelatihan guru yang berfokus pada pengajaran fonik harus menjadi prioritas, dengan target mencakup setidaknya 50 persen guru dalam tiga tahun pertama.
  3. Penilaian Berkala dan Intervensi Dini: Pemerintah perlu melakukan penilaian berkala terhadap keterampilan membaca siswa, terutama di tahun pertama sekolah dasar. Tes sederhana, seperti tes pengenalan huruf dan suara, dapat membantu mengidentifikasi siswa yang memerlukan intervensi dini.
  4. Penguatan Anggaran Pendidikan: Meskipun anggaran pendidikan sudah besar, alokasi khusus untuk program literasi sangat dibutuhkan. Dana yang cukup besar dapat digunakan untuk pelatihan guru, pengadaan buku berbasis fonik, dan pengembangan aplikasi literasi digital.
  5. Kolaborasi Internasional dan Teknologi: Teknologi dapat menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan literasi. Pemerintah Indonesia dapat bekerja sama dengan organisasi internasional, seperti UNESCO atau UNICEF, untuk mengembangkan aplikasi berbasis fonik yang dapat diakses oleh siswa di seluruh Indonesia, termasuk daerah terpencil.
  6. Kampanye Kesadaran Masyarakat: Literasi dasar harus menjadi isu nasional yang melibatkan orang tua dan masyarakat. Program seperti “Gerakan Membaca 15 Menit per Hari” dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya membaca sejak dini.

Investasi dalam literasi dasar tidak hanya akan meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi juga memberikan dampak positif jangka panjang terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Sebuah laporan dari UNESCO menunjukkan bahwa peningkatan tingkat literasi sebesar 10 persen dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja sebesar 1,5 persen. Selain itu, literasi juga berkontribusi pada kesetaraan gender, karena perempuan yang melek huruf cenderung memiliki pendapatan yang lebih tinggi dan memberikan pendidikan yang lebih baik kepada anak-anak mereka.

Meningkatkan literasi dasar bukan hanya merupakan tugas pendidikan, tetapi juga merupakan prioritas pembangunan nasional. Dengan melaksanakan kebijakan berbasis bukti, seperti pengajaran fonik sistematis, penilaian berkala, dan pelatihan guru, Indonesia dapat memperbaiki sistem pendidikannya dan menghasilkan generasi yang lebih kompeten, siap menghadapi tantangan masa depan. Literasi adalah kunci untuk membuka potensi manusia dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Direkomendasikan

Tentang Blog: admin 2

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *