Web Fakta – Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Republik Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, memberikan klarifikasi mengenai pemindahan terpidana mati kasus penyelundupan narkotika, Mary Jane Veloso, ke Filipina. Ia menegaskan bahwa pernyataan Presiden Filipina, Ferdinand R. Marcos Jr., yang diunggah di Instagramnya pada Rabu (19/11), tidak menyebutkan kata “bebas.” Dalam unggahan tersebut, Presiden Marcos hanya menyatakan bahwa Mary Jane Veloso akan “dibawa kembali ke Filipina,” yang berarti pemindahan narapidana melalui kebijakan yang dikenal dengan istilah *transfer of prisoner*.
Yusril menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia menerima permohonan resmi dari pemerintah Filipina untuk memindahkan Veloso kembali ke negaranya. Proses pemindahan ini hanya akan dilakukan jika sejumlah syarat yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dapat dipenuhi. Di antara syarat tersebut, Filipina harus mengakui dan menghormati putusan final pengadilan Indonesia yang menghukum Mary Jane, serta memastikan bahwa ia akan menjalani sisa hukumannya di Filipina sesuai dengan keputusan pengadilan Indonesia. Selain itu, biaya pemindahan dan pengamanan selama perjalanan juga menjadi tanggung jawab pemerintah Filipina.
Dalam hal ini, Yusril menegaskan bahwa setelah Veloso kembali ke Filipina, kewenangan untuk pembinaan terhadap narapidana tersebut beralih sepenuhnya kepada negara asalnya. Oleh karena itu, meskipun Mary Jane Veloso dipindahkan ke Filipina, status hukum dan hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan Indonesia tetap berlaku.
Menko Yusril juga memberikan penjelasan terkait dengan kemungkinan pemberian keringanan hukuman, seperti remisi atau grasi. Ia mengatakan bahwa keputusan tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan kepala negara Filipina. Mengingat hukum pidana di Filipina telah menghapuskan hukuman mati, mungkin saja Presiden Marcos memberikan grasi kepada Mary Jane, mengubah hukumannya menjadi hukuman seumur hidup. Namun, Yusril menegaskan bahwa permohonan grasi tersebut sudah pernah ditolak oleh Presiden Indonesia, Joko Widodo, beberapa tahun yang lalu. Presiden Jokowi sejak lama konsisten menolak memberikan grasi kepada narapidana kasus narkotika.
Yusril juga mengungkapkan bahwa permohonan pemindahan Mary Jane Veloso telah dibahas dengan pihak-pihak terkait, termasuk Menteri Kehakiman Filipina, Jesus Crispin Remulla, dan Duta Besar Filipina untuk Indonesia, Gina A. Jamoralin. Proses ini sudah melalui sejumlah pembahasan internal di kementerian-kementerian terkait, dan akhirnya Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, menyetujui kebijakan transfer of prisoner tersebut. Menurut Yusril, pemindahan Mary Jane Veloso diperkirakan akan dilakukan pada bulan Desember 2024.
Selain Filipina, Yusril juga menyebutkan bahwa negara-negara lain, seperti Australia dan Prancis, telah mengajukan permohonan serupa untuk pemindahan narapidana. Dalam pertemuan APEC di Peru, Perdana Menteri Australia bahkan menyampaikan permohonan serupa kepada Presiden Prabowo, dan hal tersebut sedang dipertimbangkan.
Sebelumnya, Presiden Filipina Ferdinand Marcos mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Indonesia atas keputusan untuk memindahkan Mary Jane Veloso ke Filipina. Ia mengungkapkan bahwa keputusan ini tercapai setelah negosiasi panjang antara kedua negara. Dalam pernyataannya, Presiden Marcos juga menekankan bahwa hubungan bilateral yang erat dan rasa saling percaya antara Indonesia dan Filipina memainkan peran penting dalam kesepakatan ini.
Presiden Marcos mengakhiri pernyataannya dengan mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Indonesia dan menyatakan bahwa Filipina menantikan kedatangan kembali Mary Jane Veloso ke tanah airnya.