Web Fakta – Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) tengah mempersiapkan rekonstruksi kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan tersangka berinisial IWAS, seorang tunadaksa. Rekonstruksi ini menjadi langkah penting dalam proses penyidikan, guna menggali lebih dalam kronologi kejadian dan memperjelas peran masing-masing pihak yang terlibat. Hal ini disampaikan oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol. Syarif Hidayat, yang mengungkapkan bahwa rekonstruksi akan dilaksanakan pada Rabu, 11 Desember 2024.
Rekonstruksi kasus ini dilakukan atas permintaan pihak kejaksaan setelah sebelumnya dilaksanakan rekonstruksi versi korban. Dalam pernyataannya, Syarif menegaskan bahwa langkah ini dilakukan untuk memastikan proses penyidikan berjalan dengan lancar dan objektif. “Kami diminta untuk melaksanakan rekonstruksi sesuai dengan versi tersangka di tempat kejadian perkara (TKP),” ujarnya, menjelaskan tentang agenda yang telah direncanakan bersama kejaksaan.
Untuk memastikan kelancaran proses hukum, Polda NTB telah menjadwalkan rekonstruksi di lokasi kejadian, namun Syarif enggan mengungkapkan secara rinci lokasi yang dimaksud. Meskipun demikian, dalam pemeriksaan sebelumnya, diketahui bahwa terdapat dua tempat kejadian perkara yang menjadi rangkaian kasus ini. TKP pertama adalah sebuah taman kota, sementara TKP kedua terletak di sebuah penginapan yang berada di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Proses rekonstruksi ini akan menghadirkan tersangka, korban, dan juga saksi-saksi yang relevan dengan kejadian.
Syarif menjelaskan lebih lanjut, bahwa setelah berkoordinasi dengan kejaksaan, penyidik sudah melengkapi berkas perkara dengan hasil rekonstruksi versi korban. Namun, masih diperlukan rekonstruksi dari pihak tersangka untuk melengkapi proses penyidikan sebelum berkas perkara dilimpahkan ke pengadilan. Kejaksaan memandang langkah rekonstruksi dari sisi tersangka penting untuk memperjelas peran mereka dalam kejadian tersebut.
Polda NTB telah bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memastikan kelancaran penyidikan, termasuk menghadirkan saksi ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Hal ini dilakukan untuk memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan dalam mengusut kasus yang sangat sensitif ini. “Kami berharap, dengan adanya rekonstruksi dan melibatkan saksi ahli, berkas perkara dapat segera dinyatakan lengkap atau P-21 oleh kejaksaan,” ujar Syarif, menambahkan harapannya agar proses hukum dapat segera dilanjutkan ke tahap berikutnya.
Salah satu hal yang disoroti dalam penanganan kasus ini adalah undang-undang tindak pidana kekerasan seksual (TPKS), yang memandang serius tindak kekerasan seksual dengan prosedur yang berbeda dari tindak pidana lainnya. Syarif menegaskan bahwa dalam kasus-kasus terkait TPKS, tidak ada prosedur pengembalian berkas atau P-19, yang berarti penyidik harus bekerja ekstra untuk memastikan bahwa seluruh bukti dan prosedur sudah lengkap sebelum melimpahkan berkas ke jaksa.
Pihak kepolisian berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini secara transparan dan tepat waktu, agar proses hukum dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan memberikan keadilan bagi korban. Dengan dilakukan rekonstruksi ini, diharapkan kebenaran dari kedua belah pihak dapat terungkap dan kasus ini bisa segera diproses lebih lanjut dalam jalur hukum yang sesuai.
Kasus pelecehan seksual semacam ini menjadi perhatian publik, karena melibatkan tersangka tunadaksa, yang menambah kompleksitas dalam penanganan kasus. Namun, Polda NTB bertekad untuk memastikan bahwa penyidikan berjalan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, tanpa mengurangi hak-hak tersangka ataupun korban.