Operasi Tangkap Tangan (OTT) Tetap Akan Berlanjut, Meski Ada Perbedaan Pandangan

Web Fakta – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, menegaskan bahwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) tidak akan dihilangkan karena merupakan bagian integral dari proses penindakan yang diatur dalam undang-undang. Menurut Alex, kegiatan OTT merupakan bagian dari proses penindakan yang diatur dengan jelas dalam Pasal 6 Undang-Undang KPK, yang mencakup penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga eksekusi. Oleh karena itu, ia menilai bahwa meskipun ada polemik mengenai istilah OTT, kegiatan tersebut tidak akan hilang.

“Saya kira tidak akan hilang juga, karena itu bagian dari penindakan. Dalam undang-undang sudah jelas, KPK melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi. OTT adalah bagian dari penindakan,” ungkap Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu.

Alex mengakui bahwa istilah “Operasi Tangkap Tangan” memang tidak secara eksplisit tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Namun, menurutnya, yang terpenting adalah ketentuan dalam undang-undang yang mengatur tentang pihak yang tertangkap tangan dalam penindakan. Menurutnya, polemik yang ada sebenarnya hanya berkaitan dengan perbedaan istilah, bukan pada substansi kegiatan itu sendiri.

“Kalau tertangkap tangan, itu tidak mungkin dihapuskan karena sudah diatur dalam undang-undang. Cuma istilahnya saja yang mungkin menjadi perdebatan,” tambahnya.

Lebih lanjut, Alex menjelaskan bahwa OTT tetap menjadi salah satu instrumen yang efektif dalam penindakan kasus korupsi. Salah satu alasan utamanya adalah proses hukum yang dimulai dari OTT cenderung lebih cepat diselesaikan. Ia menjelaskan bahwa jika seseorang tertangkap tangan, maka orang tersebut sudah otomatis menjadi tersangka karena pada saat itu sudah ditemukan barang bukti dan pelaku yang jelas. “Di situ sudah ada barang bukti, sudah ada pelakunya, jadi prosesnya lebih cepat,” jelasnya.

Namun, pernyataan Alex ini bertentangan dengan pandangan dari Calon Pimpinan (Capim) KPK Johanis Tanak. Johanis mengungkapkan bahwa operasi tangkap tangan oleh KPK sebaiknya dihentikan karena tidak sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurut Johanis, istilah “operasi” dalam OTT menggambarkan tindakan yang telah dipersiapkan dan direncanakan, sementara pengertian “tangkap tangan” menurut KUHAP adalah peristiwa hukum yang terjadi secara spontan, di mana seseorang langsung ditetapkan sebagai tersangka setelah ditangkap di tempat kejadian.

Johanis menilai bahwa penggunaan istilah OTT justru bertentangan dengan prinsip KUHAP yang mengatur penindakan terhadap pelaku tindak pidana. “Kalau ada satu perencanaan, operasi itu terencana. Tapi, jika ada peristiwa yang terjadi secara spontan, itu adalah tangkap tangan. Ini tumpang tindih yang tidak tepat,” ungkap Johanis saat uji kelayakan dan kepatutan Calon Pimpinan KPK di Komisi III DPR RI pada Selasa, 19 November 2024.

Meskipun dirinya sudah menyampaikan ketidaksetujuannya terhadap OTT, Johanis mengaku bahwa mayoritas anggota KPK masih menganggap kegiatan tersebut sebagai tradisi yang efektif dalam penindakan. Namun, jika ia terpilih menjadi Ketua KPK, Johanis berencana untuk menutup praktik OTT, karena ia menilai bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan pengertian dalam KUHAP. Ketika menyampaikan rencananya ini, Johanis mendapat tepuk tangan dari peserta rapat Komisi III DPR RI, yang seolah mendukung pandangannya.

Menurut Johanis, KPK harus menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang, bukan berdasarkan logika atau kebiasaan. Ia menegaskan bahwa lembaga antikorupsi harus berpegang pada hukum yang berlaku dan menjalankan tugasnya sesuai dengan prinsip yang jelas.

Perbedaan pandangan ini menunjukkan adanya perdebatan mengenai efektivitas dan kesesuaian penggunaan OTT dalam penindakan korupsi. Sementara KPK yang sekarang tetap menganggap OTT sebagai instrumen yang efektif, calon pimpinan KPK Johanis Tanak lebih memilih untuk mengikuti ketentuan KUHAP dan menghapus penggunaan OTT. Keputusan mengenai hal ini tentu akan menjadi bagian dari pembahasan lebih lanjut dalam upaya memperbaiki tata kelola penindakan korupsi di Indonesia.

Direkomendasikan

Tentang Blog: admin 2

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *